R27mUISKY8MAeCpFpAtsSpjGWGukfoZYVKEfkHA4

HMI Tak Diharapkan Rakyat?



Oleh Zulfata

Haluan Mengelola Indonesia (HMI) terlahir sebagai organisasi perjuangan, pernah melawan sesuatu yang lebih besar darinya yaitu oligarki lama dalam bentuk penjajahan, baik penjajahan secara ekonomi, ideologi hingga melemahkan praksis Islam. Di pundak HMI diletakkan komitmen keislaman dan keindonesiaan. Namun pada perjalanannya HMI tak lagi diharapkan rakyat. Mengapa? Simak makna uraian berikut.

HMI sebagai wahana mengelola Indonesia dapat dilihat dengan kondisi keislaman dan keindonesiaan masa kini. Dari sisi keindonesiaan, perhatikan undang-undang terkait pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), perhatikan pula sistem pengelolaan pendidikan yang tak ubahnya dengan spirit pabrikan, kemiskinan, korupsi, ketidakadilan hukum, demokrasi Pancasila menjadi semu dalam praktik koalisi gemuk di DPR-RI, perpolitikan partai politik menjadi komando persolan yang mengelabui aspirasi rakyat, agenda pembangunan bangsa terjebak dalam sandiwara politik lima tahunan, generasi muda yang pernah kritis kemudian pada akhirnya penuh kesadaran untuk masuk dalam ekosistem Oligarki, Dinasti, Feodal dan Neolib (ODFN), liberalisasi ekonomi merajalela. Cukup itu saja untuk menyebut kondisi keindonesiaan saat ini. Kalau disebut semua pasti halaman ini tak cukup untuk menampungnya, terlebih keterlibatan negara asing dalam mengelola Indonesia. Ada China dan ada pula Amerika di sana. Pada posisi ini, dimana posisi HMI, haluannya berada di mana? Sebagai perontok ODFN atau sebagai penyemainya?

Dari sisi keislaman, perhatikan umat muslim Indonesia hari ini, bagaimana kekuatan politiknya, ekonominya, kesejahteraannya dalam bernegara, daya lenting krontrolnya, daya saingnya, persatuan atau gotong-royongnya dalam menyelamatkan negara dari ancaman yang datang dari luar dan dalam Indonesia. Perhatikan pula institusi yang membawa nama agama atau Islam, perhatikan kendali politik menteri agama sebagai pembantu presiden, perhatikan pula politik organisasi yang katanya organisasi ulama, hingga perhatikan pula iklim politisasi agama, perhatikan pula penggunaan ayat menjelang hingga puncak Pemilu presiden, perhatikan keperpihakan kaum agamawan, perhatikan daya juang cendikiawan kampus. Cukup itu saja memotret kondisi keislaman Indonesia hari ini, keterbatasan halaman ini membuat kondisi keislaman Indonesia tidak dapat diuraikan semuanya. Termasuk bagaimana pola penguatan Islam dari sektor penanggung jawab komando kemaslahatan demokrasi Pancasila.

Terkait kondisi ini, di mana posisi HMI sebagai organisasi yang pernah menjadi harapan rakyat dalam mengelola Indonesia? Apakah HMI sebagai harapan penguatan Islam hari ini? Atau HMI justru menjadi isntrumen yang digunakan untuk menghancurkan Islam secara perlahan-lahan. Singkatnya, mengkaderkan atau menggiring generasi muda untuk merusak Islam secara elegan? Mungkin ada yang sepakat bahwa Haluan Mengelola Indonesia (HMI) dapat berubah menjadi Himpunan Merusak Islam (HMI). Yang jelas HMI bukan milik personal, ia milik umat, sejatinya HMI untuk umat, bukan mengelola masalah umat untuk kepentingan personal. Atau memang HMI senasib dengan kecenderungan partai politik hari ini yang dari alat perjuangan aspirasi rakyat menjadi alat perjuangan personal yang menguasai tampuk kepemimpinan partai?

Apa yang dirangkai di atas adalah hal-hal yang seharusnya dan apa yang tak disuakai rakyat. Rakyat tak menyukai potret pengelolaan oligarki seperti dialami rakyat Indonesia hari ini. Rakyat tak menyukai pemenang politik mengambil semuanya dari rakyat, menjadikan negara sebagai sapi perah, menjadikan rakyat jelata sebagai penunduk abadi. Sehingga tidak ada lagi berperan sebagai penyeimbang kekuasaan sebagai keniscayaan dalam berdemokrasi. Rakyat tak menyukai pendidikan politik seiring dengan mempertontonkan tidak berkomitmennya mewujudkan Pancasila. Rakyat tidak menyukai Islam dipolitisasi. Rakyat tak menyukai generasi Indonesia berproses dalam organisasi yang larut dalam konflik internal dan tak memiliki dampak terukur dalam perbaikan negara dari sektor militansi perjuangan generasi muda. Rakyat tak menyukai HMI seperti organisasi plat merah masa kini.

Rakyat tak menyukai generasi muda berorganisasi secara simbolik dan seremonial dengan mengatasnamakan mahasiswa Islam. Rakyat tak menyukai pengelolaan generasi muda yang tak mampu melawan penjajahan secara kultur, ekonomi dan birokratis. Rakyat sudah muak dengan janji-janji manis generasi muda saat diberikan kepercayaan masuk dalam kubu kekuasaan tapi lupa diri untuk memperjuangkan tujuan rakyat dalam berbangsa dan bernegara.

Lantas apa yang disukai rakyat? Apa yang diharapkan rakyat? Jawabannya adalah rakyat menyukai perjuangan keteladanan lintas generasi. Rakyat mengharapkan setiap generasi kuat daya tahannya dalam mengelola Indonesia secara berdaulat dan berkelanjutan. Untuk itu kondisi rakyat Indonesia hari ini mendesak untuk dikelola secara adil dan makmur. Layaknya kalimat di ujung mision HMI, adil makmur yang diridhai Allah Swt.

Pertanyaan lanjutannya adalah apakah perjuangan HMI hari ini berangkat dari ridhanya Allah Swt? Atau berangkat dari orderan pemburu rente dalam mempengaruhi elektoral atau kebisakan pesanan seorang sosok yang ingin dimenangkan dalam agenda politik lima tahunan? Atau HMI bergerak atas restu pemangku kekuasaan? Haluan perjuangan apakah yang sebenarnya ingin diperjuangkan HMI masa kini? Perjungan dari internal untuk internalkah? Dari kongres ke kongres kah? Sehingga tak menempatkan kekuatannya pada hal-hal yang diharapkan rakyat sesuai agenda awal HMI itu terbentuk, yaitu untuk kemaslahatan Indonesia dan kejayaan Islam.

Mengulas HMI dan rakyat, HMI harus jujur dan terbuka dalam memperjuangkan hak-hak rakyat sebagai tuan rakyat dan warga negara. HMI harus mempertegas dirinya untuk memantaskan diri bahwa negara memiliki cita-cita luhur untuk membumikan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyatnya. Oleh karena itu HMI diberikan tanggung jawab multi-sektor oleh rakyat. HMI harus sadar bahwa sampai kapan dinamika HMI membuat dirinya lalai, lalai dengan sampah dirinya dan lalai membersihkan sampah demokrasi dari perusak pendahulu. Kemana arah kepemimpinan perjuangan HMI masa kini? Ke arah pemenangan calon presidenkah? Ke arah pemenangan wakil presiden kah? Ke arah perebutan kementerian atau slot Badan Usama Milik Negara (BUMN)? Atau HMI masa kini tak jelas arah bersuangannya, sehingga proses yang dirancang dalam sistem pengkaderan HMI tidak akan pernah berwujud konsolidasi dalam satu tekad menyelamatkan Indonesia dari praksis (ODFN).

HMI bukan tempat para penghafal konsititunya sendiri, dan bukan pula tempat penghafal konstitusi negara. HMI bukan tempat penceramah idelologis, HMI bukan tempat beramai-ramai, HMI bukan tempat belajar untuk hebat tapi tak bergerak menyelamatkan Indonesia secara terukur. HMI bukan tempat genarasi yang tak berani mengambil resiko. HMI bukan tempat silaturahmi untuk memenangkan yang korupsi atau menuhankan nafsu birahi. HMI bukan tempat para pemuji orang berharta dan bertahta. HMI bukan tempat memperkuatkan politik klientalisme. HMI bukan tempat generasi yang terjebak dalam syarat HMI namun lupa tujuan ber-HMI. HMI bukan tempat gagah-gagahan. Jika tidak mampu menemukan esensi tulisan ini, maka penulis tegaskan untuk bersatu bubarkan HMI. Untuk apa HMI jika HMI tak lagi diharapkan rakyat.

Penulis adalah provokator akal sehat yang sering masuk dalam training HMI

Related Posts
Redaksi
Redaksi BerandaIDN.com

Related Posts

Posting Komentar